Kabut Kesedihan ~ ZiEVeR 0930

Kabut Kesedihan

No Comments


Hallo semuaa.. akhir akhir ini ZiEVeR 0930 jarang ngeblog.. hehe
Dikarenakan agak sibuk..
Naahh.. sekarang ZiEVeR akan memberikan Anda sebuah bacaan cerpen bagus karya temenku, penasaran seperti apa cerpennya ?? langsung aja yukk baca Cerpen terbaru dari ZiEVeR 0930..


Malam yang hitam tak bias membuatku memejamkan mata. Aku hanya berdiam diri di balik jendela kecil sambil mendengarkan lagu rintik – rintik hujan. Lamunanku mengingatkanku kepada kedua orang tuaku. Bagaimana tidak ?? Hampir 5 bulan lebih aku tak pernah tahu keadaan mereka. Surat yang aku layangkan tak pernah ada balasan, itu yang membuatku bimbang dan akhirnya ku putuskan untuk menemui mereka.
Prakk.. sebuah bingkai foto jatuh di lantai kamarku. Aku tersentak kaget. Foto-foto ibuku selalu jatuh say aku memikirkan kedua oeang tuaku, ditambah lagi aku sering mimipi buruk tentang mereka. Itu pula yang membuatku semakin cemas dan khawatir terhadap mereka.
Pagi itu langit terlihat hitam mencengkeram. Rintik-rintik hujan turun dengan senangnya, tapi itu tidak menyurutkan niatku untuk menemui kedua orang tuaku. Aku bergegas pergi menuju bandara dan sampai disana aku langsung pesan tiken jurusan Jakarta-Surabaya.
Setelah pesawat sampai di bandara Juanda aku langsung memesan tiket untuk menuju orang tuaku. Sampai akhirnya aku sampai di depan rumah kedua orang tuaku dimana dulun aku dibesarkan dengan penuh kasih saying sampai saat ini.
“tok.. tok.. tok.. Assalamualaikum”, aku mengetuk pintu. Namun lama sekali tak ada jawaban. Kemana kedua orang tuaku ?? Apakah mungkin mereka sudah pindah ?? Begitu pikirku dalam hati. Sambil menunggu orang rumah membuka pintu aku duduk di teras depan rumah untuk melepas lelah.
“Anita ?? Kenapa kamu disini ?? Ayo duduk” Seorang wanita separuh baya muncul dari balik pintu. Wajahnya pucat, sinar matanya rapuh seperti tidak tidur semalaman.
“Eh.. Ibu.. Ibu dari mana ?? Ayah mana ?? Kok dari tadi aku mengetuk pintu  tak ada yang membukanya ??”
Aku berjalan menghampiri Ibu kemudian mencium tangannya. Tidak seperti biasanya, kali ini tangan ibu begitu dingin, ibu juga berubah menjadi pendiam.
“Ibu sakit ya ??” tanyaku.
“Tidak nak… Ibu tidak sakit.. ungkin Ibu hanya masuk angin biasa.”
Sesaat kemudian…
“Anita, kamu mau membantu Ibu ??” Tanya ibu Nur yang dulu sering memberiku mangga hasil kebunnya.
“Eh.. Ibu Nur.. apa kabar ?? Anita baru satu jam yang lalu disini..”
“Kabar Ibu baik, terus kenapa kamu ada disini ?? Kenapa kamu tidak ke Rumah Sakit Jiwa ??”
“Rumah sakit jiwa bu ?? Siapa yang sakit Jwa bu ??”
“Memangnya kamu tidak tahu kalau ayahmu masuk rumah sakit jiwa??”
“Ayah sakit jiwa?? Sejak 5 bulan ini aku tidak pernah tahu kabar mereka”
“Kasihan sekali kamu nak.. Sebenarnya ibu juga tidak tahu persis apa sebabnya ayahmu masuk rumah sakit jiwa. Mugkin karena ibumu akan pergi ke Jepang untuk bekerja. Setelah itu tidak ada yang tahu ceritanya, yang jelas ibumu sudah tidak pernah lagi terlihat di lingkungan sini. Begitu juga dengan ayahmu. Warga menemukan ayahmu di jalan dengan pakaian compang camping tak terurus, seperti orang tidak waras. Oleh karena itu mereka membawanya ke rumah sakit jiwa. Sedangkan orang-orang tidak tau keberadaan ibumu sekarang.”
“Bagaimana mungkin itu bias terjadi?? Aku barusaja bertemu dengan ibu. Bahkan ibu memintaku untuk membantunya memangkas pisang di belakang rumah.”
“Tapi ibu rasa tidak mungkin, rumah ini sudah tidak berpenghuni sejak 5 bulan terakhir. Maaf nak, hari sudah sore. Ibu harus pergi ke took buah. Tidak apa apa kan kalau kamu ibu tingal ?? Kalau kamu mau menempati rumah ini lagi kuncinya ada dirumah ibu, kamu tinggal ambil kuncinya.”
“Lain kali saja bu, karena sekarang Anita mau langsung menjenguk ayah ke rumah sakit jiwa. Ayah dirawat di rumah sakit mana bu ??”
Setelah mendapat jawaban dari ibu Nur aku segera menuju ke rumah sakit dimana ayah dirawat. Ada suatu hal mengganjal di pikiranku. Mengapa orang tidak ada yang mengetahui keberadaan ibuku, padahal aku tadi bertemu dengannya”
Sesampainya aku dirumah sakit, aku langsung menuju resepsionis. Menanyakan keberadaan ayahku, tapi aku langsung tidak berdaya ketika mengetahui bahwa ayahku baru kabur dari rumah sakit. Kemudian aku berjalan meninggalkan rumah sakit dengan segala kerisauan hati. Langkahku terhenti ketika melihat kerumunan massa. Entah apa yang membuat hatiku ingin melihatnya, dan tubuhku pun mengikutinya.
Sontak aku tidak percaya. Orang yang aku cari telah terkapar di jalan raya dengan penuh darah. Aku langsung mendekati dan menangis disampingnya. Tidak aku sangka pertemuanku ini adalah pertemuan terakhirku dengan ayah.
Disela-sela nafas terakhirnya, ayah mengatakan suatu hal yang tidak aku duga selama ini. Ayahku mengatakan bahwa ayah membunuh ibu dan menguburnya dibelakang rumah, dan diatas kuburannya ditanami pohon pisang. Butir – butir air mataku pun menetes di pipiku. Sungguh suatu kenyataan hidup yang harus terima dan aku jalani.
Kemudian aku pulang dan menghampiri kuburan ibuku. Aku meminta bantuan warga sekitar rumah untuk membantu menguburkan ibu di tempat yang wajar.

TAMAT

Anda sopan kami Segan

Cantumkan Link Sumber,
Mari saling menghargai

Diberdayakan oleh Blogger.
-->